Saturday, February 28, 2015

Bau Bau di Sulawesi

Kaget bukan? Ternyata kita punya daerah wisata yang pemandangan alamnya gak kalah dengan negara lain.

Map of bau bau sulawesi





Monday, February 23, 2015

RUMOH ACEH



Ini adalah rumah adat dari NAD namanya adalah RUMOH ACEH. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur). Biasanya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk memasukinya harus menaiki beberapa anak tangga. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut dengan rambat.

Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar.

Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.

Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:
  • Motif keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran
  • Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah
  • Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut
  • Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.


Wujud dari arsitektur rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adap tasimasyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya.  Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosial untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan warga gampong (kampung). Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan. Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah memenuhi beberapa persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang harus dilakukan misalnya pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku (ulama setempat), pengadaan kenduri, pengadaan kayu pilihan, dan sebagainya. Musyawarah dengan keluarga, meminta saran kepada Teungku, dan bergotong royong dalam proses pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas antar sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama, permasalahan dapat diatasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah dari Teungku, maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani. Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan.

Ada juga keunikan lainnya dari rumoh Aceh, yakni terletak pada atapnya. Tali hitam atau tali ijuk tersebut mempunyai kegunaan yang sangat berarti. Saat terjadi kebakaran misalnya yang rentan menyerang atap, maka pemilik rumah hanya perlu memotong tali tersebut. Sehingga, seluruh atap yang terhubungan atau terpusat pada tali hitam ini akan roboh dan bisa meminimalisir dampak dari musibah yang terjadi. Dalam perkembangannya, masyarakat Aceh memiliki anggapan bahwa dalam pembuatan rumoh Aceh memiliki garis imajiner antara rumah dan Ka’bah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam masuk ke Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian. Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat atau sebaliknya. Jika arah rumoh Aceh menghadap kearah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah rubuh. Di samping itu, arah rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk kekamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam masuk ke Aceh, arah rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil, dan keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak masuk rumoh Aceh.

Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti rumoh inong, ruang publik, seperti serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat. Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke dalam rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. Apabila dirumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka (pantang dan tabu) bagi tamu yang bukan keluarga dekat (baca: muhrim) untuk naik ke rumah. Dengan demikian, reunyeun juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat.


Namun saat ini, seiring perkembangan zaman yang menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien serta semakin mahalnya biaya pembuatan dan perawatan rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah rumoh Aceh semakin hari semakin sedikit. Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan beton yang pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah dari pada rumoh Aceh yang pembuatannya lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya perawatannya lebih mahal. Namun, ada juga orang-orang yang karena kecintaannya terhadap arsitektur warisan nenek moyang mereka ini membuat rumoh Aceh yang ditempelkan pada rumah beton mereka.

Sumber: wikipedia dan kebudaysanindonesia.netp


Thursday, February 19, 2015



Warga asing saja tertarik, tidakkah seharusnya kita juga?

Monday, February 16, 2015

Ampar Ampar Pisang

AMPAR-AMPAR PISANG  (Kalimantan Selatan)

Ampar ampar pisang

Pisangku balum masak

Masak sabigi dihurung bari-bari

Masak sabigi dihurung bari-bari

Mangga lepak mangga lepok

Patah kayu bengkok

Bengkok dimakan api

apinya clanculupan

Bengkok dimakan api

apinya clanculupan

Nang ma nang batis kutung dikitip bidawang

Nang ma nang batis kutung dikitip bidawang


Arti Lagu Ampar-ampar Pisang:

susun-susun pisang

pisangku belum masak

masak sebutir (sebuah), dipenuhi bari-bari*

manggalepak, manggalepok (bunyi dahan/kayu yang patah)

Patah kayu yang bengkok

yang bengkok dilalap api

apinya hampir padam

siapa kaki yang buntung, berarti dimakan oleh bidawang**

mangaricak, mangaricak (bunyi kayu yang patah diseruduk sapi)

patah kayu yang bengkok

diseruduk sapi, diseruduk sapi, kulit bawang


keterangan :

*sejenis binatang kecil-kecil yangbiasa memenuhi buah-buahan, sampah, dll selain lalat

**sejenis binatang penyu

Wednesday, February 11, 2015

TRITON





Umumnya alat musik tiup terbuat dari bambu berbentuk silinder dengan lubang-lubang kecil. Akan tetapi, di Papua Barat, terdapat alat musik triton yang berupa kerang besar kosong. Mungkin tampak seperti hiasan saja namun sebenarnya ada keistimewaan di balik benda ini. Triton hampir digunakan di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat, terutama di daerah pesisir seperti Kepulauan Raja Ampat, Kaimana, Biak, Teluk Wondama, Yapen, Waropen dan Nabire.





Awalnya triton hanya digunakan sebagai sarana komunikasi atau sebagai alat panggil. Biasanya digunakan orang tua untuk memanggil anaknya ataupun digunakan kepala suku untuk memanggil warganya. Warga setempat meyakini bahwa triton dapat melantunkan nada-nada indah, kini pun penggunaannya beralih sebagai sarana hiburan dan alat musik tradisional.





Nama lain dari triton adalah tabura, jika beruntung warga setempat dapat menemukannya di pantai. Mereka kerap memainkan triton untuk mengiringi tarian tradisional. Semuanya bisa menghasilkan suara yang bagus asal terus-menerus berlatih pernapasan. Untuk memainkannya, mulut dikembungkan dan diusahakan menutup lubang kerang kecil yang ada pada triton. Apabila dapat melakukannya dengan sempurna maka suara triton akan sangat merdu terdengar.


Friday, February 6, 2015

CIK CIK PERIOK

CIK-CIK PERIOK (Kalimantan Barat)

Cik cik periook

Bilanga sumbing dari jawe

Datang nek kecibok bawa kepiting dua ekor


Cak cak bur dalam bilanga

Picak idung gigi ronggak

Sape kitawa dolok dipancung raje tunggal




Arti Lagu Cik-cik Periok:

Cik cik periuk

Belanga sumbing(pecah) dari jawa

Datang nenek kecibok bawa kepiting dua ekor


Diceburkan ke belanga

Hidung pesek gigi ompong

Siapa ketawa dulu

Dipancung raja tunggal


Sunday, February 1, 2015

MANUK DADALI


MANUK DADALI

(Jawa Barat)

Ciptaan :Sambas Mangundikarta 


Mesat ngapung luhur jauh di awang-awang

Meberkeun jangjangna bangun taya karingrang

Kukuna ranggoas reujeung pamatukna ngeluk

Ngapak mega bari hiberna tarik nyuruwuk


Saha anu bisa nyusul kana tandangna

Tandang jeung pertentang taya bandingannana

Dipikagimir dipikaserab ku sasama

Taya karempan kasieun leber wawanenna


Refrain :

Manuk dadali manuk panggagahna

Perlambang sakti Indonesia Jaya

Manuk dadali pangkakoncarana

Resep ngahiji rukun sakabehna


Hirup sauyunan tara pahiri-hiri

Silih pikanyaah teu inggis bela pati

Manuk dadali ngandung siloka sinatria

Keur sakumna Bangsa di Nagara Indonesia




Arti Lagu Manuk Dadali :

BURUNG GARUDA

Terbang melesat tinggi, jauh di awang-awang

Merentang sayapnya, tegak tanpa ragu

Kukunya panjang dan paruhnya melengkung

Menyongsong langit dengan cergas terbangnya


Siapa yang bisa menyaingi keberaniannya

Gagah perkasa tanpa tandingan

Dihormati dan disegani oleh sesama

Tanpa ragu tanpa takut, besar nyalinya


Refrain :Burung garuda, burung paling gagah

Lambang sakti Indonesia jaya

Burung garuda, yang paling tersohor

Senang bersatu, rukun semuanya


Hidup berhimpun tanpa saling iri

Saling menyayangi, tak sungkan membela

Burung garuda adalah lambang kesatriaan

Untuk seluruh bangsa di negara Indonesia